Kamis, 21 Februari 2019

PENGELOLAAN SAMPAH - MAKIN BAIK, TETAPI BELUM MEMADAI
Kompas, Selasa, 1 Februari 2019

Pengelolaan sampah di kawasan perkotaan Jabodetabek diakui telah menunjukkan kemajuan. Kepedulian semua pihak, dari warga hingga pemerintah dan pihak swasta, makin tinggi. Adopsi teknologi dilakukan agar pengolahan sampah makin efektif. Namun, sejauh ini terobosan yang dilakukan baru memtik sedikit sukses. Masalah besar sampah masih jauh dari selesai.

Hari Peduli Sampah diperingati pada Kamis (21/2/2019). Hari itu tepat 14 tahun pasca-longsornya bukit sampah Leuwigajah, Kota Cimahi, Jawa Barat, yang menewaskan lebih dari 130 orang. Kejadian itu membuka mata tentang pentingnya pengelolaan sampah yang tepat, terutama realisasi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan serta aman bagi masyarakat.

Di Ibu Kota, kini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggenjot pembenahan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang miliknya yang berada di Kota Bekasi . Selain itu, pembangunan pengolahan sampah di dalam kota atau intermediate treatment facility (ITF) juga ditargetkan segera terealisasi.

Di kota Tangerang, sampah dari rumah tangga dan pasar diangkut serta dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Rawa Kucing, Kedaung Wetan, Neglasari, Kota Tangerang, Banten. Tempat ini sudah ada sejak tahun 2003, tetapi baru tertata mulai tahun 2014.

Awalnya lahan di TPA hanya 20 hektar, lalu dikembangkan menjadi 32 hektar setelah dilakukan pembebasan lahan (Kepala Unit Pelaksanaan Teknis-UPT Rawa Kucing, Diding Sudirman dan Kepala Tata Usaha UPT TPA Rawa Kucing, Marsan-Senin, 18/2).

Kota Tangerang boleh berbangga dengan TPA-nya itu. Sekitar 15 ha dari total luas lahan untuk tempat penampungan sampah, 2 ha untuk penghijauan, 7 ha untuk pusat pembangkit listrik tenaga sampah, serta sisanya untuk pemrosesan akhir sampah, seperti pembuatan kompos, kolam air lindi dan resapan, juga pembibitan.

Pada tahun 2014 dan 2015 kawasan TPA ini mulai ditata dengan menghadirkan taman. Sekarang, kawasan ini hijau rindang, dan sejuk. Tidak kotor, tidak kumuh, dan tidak bau lagi. Enak dipandang mata.

Pemerintah Kota Tangerang juga menjadikan TPA Rawa Kucing sebagai tempat wisata da rekreasi. Pada tahun 2018, jumlah pengunjug dalam seminggu mencapai 4.000 orang.    

Di Kota Bekasi, sejak kontrak pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di  TPA Sumur Batu ditandatangani pada tahun 2016, pembangkit akhirnya melalui uji coba. Uji coba pembangkit listrik dilakukan nonstop dari Selasa (5/2) hingga Rabu (6/2) Uji coba dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup,Laboratorium Daerah, dan PT Nusa Wijaya Abadi sebagai pengembang PLTSa. Pihak laboratorium daerah mengambil hasil uji coba untuk menilai kelayakan operasional alat dan keamanan lingkungan.
Bebaerapa aspek dalam uji coba itu melebihi ekspektasi. Sebagai contoh, sampah digunakan 3,3 ton per jam, melampaui target yang besarnya 2,3 ton sampah per jam. Dalam uji coba selama 24 jam itu, berhasil memproduksi lisrik 1,5 megawatt (Presiden Direktur PT. Nusa Wijaya Abadi, Tenno Sujarwanto). 

Sukses kecil ini masih butuh pembuktian selanjutnya untuk dapat memastikan bisa tidaknya realisasi program PLTSa dilakukan.

Depok dan Tangsel
Langkah maju para tetangganya ternyata belum berpengaruh pada kota Depok. Pada tahun 2018, Depok gagal meraih Piala Adipura, karena sistem buruk pengelolaan sampah di TPA Cipayung. Tahun ini Depok berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk pembinaan mekanisme pengelolaan sampah di Cipayung.

Selama ini TPA Cipayung masih menggunakan sistem open dumping atau pembuangan tanpa perlakuan lebih lanjut. Padahal, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah mengharuskan rehabilitasi TPA terbuka atau opern dumping menjadi controlled landfill (sampah dipadatkan) atau sanitary landfill (sampah diuruk). TPA Cipayung juga sudah masuk kategori melebihi kapasitas. (Kepala UPT TPA Cipayung, Ardan Kuriawan).

Pengelolaan TPA Cipeucang, Jalan Kapling Nambo, Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten juga masih tertinggal.Sejauh pengamatan. di awal Ferbruari 2019, kawasan TPA Cipeucang tidak terawat baik. Kesan kumuh, kotor, dan bau melekat dari TPA tersebut. Ada sedikit perubahan di kawasan itu, seperti taman di bagian depan dan tembok yang membatasi kawasan perkantoran dengan lahan kosong di depannya.  Menurut rencana, di lahan kosong depan ini akan dibangun PLTSa. Diharapkan secepat mungkin segera dibangun agar persoalan sampah di Tangsel teratasi.

Tidak sembarang orang yang bisa masuk ke tempat penampungan sampah di Cipeucang. "Hanya petugas dan truk yang bisa masuk ke dalam. Harus minta izin dahulu ke UPT. Pintu masuk dijaga oleh tiga orang . Setiap truk masuk tidak terlihat mereka harus menimbang sampah yang dibawa. Petugas hanya mencatat dan truk masuk. Dalam sehari ada sekitar 90 rit truk sampah masuk ke TPA ini. Truk mengangkut sekitar 300 ton sampah yang belum diolah dan dipisahkan. Sampah dari 54 kelurahandi tujuh kecamatan.

Selama ini TPA Cipeucang tidak maksimal untuk dapat menampung 800 ton per hari sampah rumah tangga dan industri yang tertampung hanya sekitar 300 ton per hari. (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan, Toto Sudarto).

Sembarangan 
Tangerang Selatan memang masih berkutat dengan sampah yang tidak terkelola. Salah satunya terlihat di kawasan rel kereta api, dekat Stasiun Sudimara, Jombang, Ciputat. Kawasan ini sudah berpuluh tahun menjadi tempat pembuangan sampah tidak resmi. Menurut warga setempat, selama ini tidak ada petugas yang mengangkut sampah di tempat itu karena terkendala akses jalan.

Jarak lokasi sampah dari Stasiun Sudimara sekitar 400 meter ke arah Serpong. Area pembuangan memanjang mencapai 200 meter. Tinggi sampah mencapai 1 meter dengan lebar 10-15 meter. Di titik itu terdapat palng pengumuman dari PT Kereta Api Indonesia (KAI), " Dilarang mebuang sampah di sekitar jalur kereta api. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar