DAUR ULANG SAMPAH - MENGOLAH YANG TERSINGKIR JADI BERNILAI
Nino Citra Anugrahanto
Harian Kompas, 23 Februari 2019
Sampah plastik kemasan yang selama ini tersingkir dalam proses daur ulang samaph oleh sekelompok anak muda "disulap menjadi barang-barang bernilai. Usaha berkonsep kewirausahaan sosial ini melibatkan 350 kelompok masyarakat.
Sejumlah tas, kotak pensil, map, dompet, gantungan kunci, hingga bunga imitasi tertata rapi di etalase dan rak yang ada di butik di Jalan Sukoharjo, Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Harga barang-barang dalam balutan warna-warni itu sekitar Rp. 6.000 - Rp 200.000, bergantung pada detailnya.
Sekilas, pengunjung tidak akan mengira barang-barang yang dipajang di ruangan seluas 4 meter X 10 meter itu hasil daur ulang sampah plastik kemasan. Baru jika diperhatikan secara cermat, terlihat di balik balutan warna-warni indah produk kerajinan tangan itu adalah potongan-potonan kecil berbagai bungkus kemasan makanan.
Adalah Hijrah Purmama Putra (36) dan sejumlah temannya yang menginisiasi pembuatan barang-barang kerajinan dari sampah plastik kemasan tersebut. "Kami memulainya pada tahun 2008. Waktu itu kami sering nongkrong di warung burjo (bubur kacang hijau) atau warung makan mie instan, sering melihat sampah-sampah (kemasan) plastik dibuang begitu saja, kata Hijrah di butiknya, yang dinamai Butik Daur Ulang, Minggu (17/2/2019).
Hijrah yang pada saat itu kuliah di Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia, merasa ilmu tentang pengolahan sampah yang dipelajarinya bisa digunakan untuk menjawab masalah itu. Sampah-sampah tersebut jika dibiarkan pasti hanya akan berakhir di sungai, ditimbun di tanah, atau dibakar karena tidak banyak masyarakat yang tahu cara pengolahannya. Dijual pun tidak laku, beda dengan botol plastik.
"Kalau begitu kan, nanti akan berpengaruh pada kualitas lingkungan. Jadi, kami coba mengedukasi para pemilik warung agar mau mengumpulkan sampah-sampah plastik mereka, tutur Hijrah".
Sampah plastik tersebut berupa bekas bungkus makanan dan minuman kemasan. Setiap hari Sabtu dan Munggu, Hijrah dan teman-temannya mengambil sampah itu ke warung-warung makan. Setelah dicuci dan dijemur, lalu disimpan di gudang.
"Dalam satu tahun, gudang kami penuh. Kami mencari lewat Google, sampah plastik ini bisa dijadikan produk apa saja. Dari situ, kami membuat kerajinan tangan, seperti tas dan map, yang kemudian kami pasarkan lewat media sosial. Kebetulan mendapat respons bagus, " kata Hijrah.
Dalam perjalanan waktu, pesanan selalu datang. Bahkan pada tahun 2010, Hijrah bisa menjual produknya hingga ke Philipina. Kenalannya dalam sebuah pameran, seorang pengunjung asal Philipina, memesan sekitar 50 produk daur ulang, paling banyak berupa totebag dan map. Harganya mulai dari Rp. 20.000 hingga Rp. 150.000.
Kewirausahaan sosial
Usaha itu digarap secara lebih serius dengan mengedepankan prinsip kewirausahaan sosial. Masyarakat dilibatkan dengan membentuk bank sampah. Pada saat ini ada 350 kelompok yang menjadi nasabah bank sampah itu dengan 60-80 orang per kelompok.
Anggota kelompok juga digandeng untuk membuat produk daur ulang dan dijual di Butik Daur Ulang. Hasil kreasi masyarakat dibayar di awal agar minat mereka untuk mengelola sampah kian tinggi. Model seperti itu membuat masyarakat termotivasi untuk terus berkreasi dengan mendaur ulang sampah plastik.
"Sebanyak 30 persen keuntungan kami berikan kepada masyarakat. Setiap bulan ada empat-lima lokasi yang kami datangi untuk mengedukasi masyarakat terkait dengan pengelolaan sampah," tutur Hijrah.
Materi yang diberikan berupa pemilahan sampah plastik. Masyarakat diberi tahu bahwa sampah plastik memiliki nilai jual. Dengan pemilihan yang benar, masyarakat bisa menjual sampah plastik yang mereka kumpulkan dalam kondisi rapi dan bersih, ke Butik Daur Ulang dengan harga Rp. 30-Rp70 per lembar.
Dengan melibatkan masyarakat, kini produknya semakin bervariasi, mencapai 145 jenis dengan jumlah produksi sebanyak 500-600 unit per bulan. Produk yang paling laku adalah map dan goodie bag. Biasanya pemesannya instansi-instansi yang mengadakan seminar. Jika banyak pasangan menikah, Butik Daur Ulang juga kebanjiran pesanan berupa coin purse (dompet koin), pernah mendapat pesanan 1.000 unit.
Usaha daur ulang sampah juga mulai ditumbuhkan di Kota Bandung, Jawa Barat .Selain diajak mengelola sampah melalui bank sampah, sejak tahun 2018 para ibu rumah tangga dibina membuat kerajinan daur ulang bungkus minuman plastik menjadi taplak meja, tempat tisu, juga keranjang. Sampah yang semula berakhir di tempat pembuanan karena tidak bernilai itu kini bernilai Rp.30.000 hingga Rp. 60.000 per buah.
"Hasil kerajinan dari daur ulang sampah kemasan plastik ini sebagian ditampun atau dibeli oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandun, juga ada sekolah-sekolah yang memesan," kata Dewi Kusmianti yang mendapat tugas dari Dinas Linkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung untuk membina serta mendampingi masyarakat mengelola bank sampah.
Kegiatan ini merupakan bagian dari gerakan bertajuk Kang Pisman, yaitu gerakan masyarakat untuk mengurangi, memisahkan atau memilah, serta mendaur ulang sampah.
Tiga mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yaitu: Yusroni (19), Junita Solin (19), dan Nvia Adisti Putri (20) mempunyai cara sendiri untuk mengurangi sampah plastik. Mereka mengembangkan aplikasi bernama Plastic untuk jual beli produk berbasis daur ulang sampah plastik. Ada beberapa jenis limbah daur ulan yang bisa dipasarkan lewat aplikasi yang terus dikembangkan ini, yaitu: kaca, plastik, dan kayu.
Di Denpasar, Bali masyarakat juga bisa memanfaatkan aplikasi Gringgo di telepon genggam untuk mendapatkan informasi lokasi pembuangan sampah dan pengolahan sampah. Aplikasi yang dikembangkan Oliver Pouillon, Co-Founder dan CEO Gringgo Trash Tech dan rekannya, Febriadi Pratama ini, dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam upaya pengelolaan sampah secara swakelola.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar