Rabu, 10 April 2019

Bersaing Gaet Peritel Mikro
Kompas Kamis, 11 April 2019.


Pengecer skala mikro diperebutkan perusahaan rintisan bidang e-dagang dan peritel besar untuk memperluas pasar. Teknologi digital menjadi senjatanya.



Dengan platform teknologi, perusahaan rintisan perdagangan secara elektronik atau e-dagang serta peritel konvensional skala besar berusaha mempertahankan pasar. Mereka bersaing menggaet pedagang eceran dengan menawarkan beraneka fitur, diskon, dan kemudahan.



Indogrosir, unit usaha PT. Indomarco Prismatama di bidang perkulakan, misalnya, mengembangkan laman dan aplikasi pemesanan barang. Sementara PT. Sumber Alfafaria Trijaya Tbk., pengelola gerai Alfamart, menerapkan konsep daring ke luring (O2O) serta melatih dan membekali pedagang ritel, kelontong, dengan pelatihan bisnis dan teknologi.



Perusahaan e-dagang seperti Bukalapak dan Tokopediaa, juga menggarap warung kelontong. Demikian pula perusahaan rintisan bidang teknologi seperti Warung Pintar, yang menggarap peritel mikro.



Marketing Director PT. Indomarco Prismatama, Wiwiek Yusuf, Rabu (10/4/2019) di Jakarta menyatakan, Indomarco mengembangkan laman dan aplikasi pemesanan barang untuk memperkuat posisi sejak dua tahun lalu. Kini lebih dari 100.000 peritel kecil atau pemilik warung bergabung.



General Manager PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Nur Rahman mengatakan perusahaan berusaha mengikuti perkembangan teknologi. Dengan memanfaatkan jaringan gerai, Alfamart  menerapkan perdagangan dengan konsep O2O untuk memudahkan transaksi, termasuk untuk pemesanan dan pengambilan barang.



Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid menyebutkan pihaknya membukukan omzet trilyunan rupiah setiap bulan dari hasil mengoperasikan Mitra Bukalapak sehingga mendongkrak pendapatan perusahaan. Bukalapak menerapkan sistem bagi untung, baik dengan produsen maupun pemilik toko dan warung kelontong.



Vice President Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak berpendapat, bisnis peritel berskala mikro tidak akan tergerus dengan perkembangan itu. Dengan hadirnya teknologi digital, mereka semakin produktif, seperti kulakan barang dagangan tidak perlu dilakukan setelah tutup warung.



Pasar besar

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idea) Ignatius Untung menilai pengembangan platform O2O untuk pengusaha toko dan warung kelontong, baik milik perusahaan rintisan teknologi maupun peritel konvensional besar, semata-mata untuk tujuan bisnis. Tujuan akhir merealisasikan platform adalah mengejar untung. Perusahaan e-dagang berpotensi mendapatkan suntikan investasi.



Ada beberapa metrik yang dipakai untuk mengejar suntikan modal baru, seperti akuisisi konsumen, mitra pedagang, dan inovasi produk. Di sisi lain, kehadiran platform O2O akan memotong rantai distribusi barang dari manufaktur sampai ke konsumen. Akan tetapi situasi itu menimbulkan dampak lain, yakni ada bagian rantai pendistribusi yang tergerus.



Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mendey berpendapat, semua pelaku bisnis menginginkan kepastia dua hal, yakni regulasi dan ekspansi pasar.



Setiap perusahaan rintisan teknologi dan peritel konvensional yang mengembangkan platform O2O untuk usaha kelontong menawarkan keunggulan fitur. Semuanya bersaing bisnis secara sehat.



Usaha toko dan warung kelontong dekat dengan konsumen. Ada 5-6 perusahaan ritel konvensional besar terjun kebisnis yang berkaitan langsung dengan pengusaha kelontong. Mereka saling berlomba menawarkan jasa kulakan barang dagangan, layanan pembayaran aneka tagihan, dan berpotensi pula produk laku pandai institusi perbankan pada masa depan.



Fenomena tersebut membuktikan bahwa bisnis ritel daring tidak bisa berdiri tanpa luring. Demikian pula sebaliknya. Peritel luring memerlukan pemasaran digital agar mereka tetap relevan dengan perkembangan jaman.

TEKNOLOGI JANGKAU WARUNG KELONTONG

Kompas, Rabu, 10 April 2019



Teknologi memungkinkan pedagang skala mikro dan kecil meningkatkan kapasitas bisnis. Rantai terpotong, distribusi pun semakin efisien. Usaha ritel luring diharapkan bisa berkembang lebih baik.



Dengan memanfaatkan teknologi, para pemilik warung dan toko kelontong kini lebih mudah memesan barang, mendapatkan harga lebih murah, dan menjangkau modal. Sektor ini juga menjadi  sasaran ekspansi perusahaan rintisan hingga peritel besar.



Warung milik Junaedi, Kedai Kopi 3 Putri, di Jalan Prof Dr. Satrio, Karet Kuningan, Jakarta misalnya, tidak pernah sepi pembeli. Pengojek daring, pejalan kaki, dan pengunjung lain bisa membeli camilan, rokok, atau sekadar menikmati Wi-Fi gratis atau mencolok listrik secara gratis.



Empat tahun lalu, warung kelontong milik Junaedi masih kecil, berupa lapak kotak sederhana. Kini  warungnya tampil lebih menarik, berwarna kuning, dihias tulisan Warung Pintar memiliki tiga bangku panjang, televisi, Wi-Fi, dan jasa listrik. Ia juga melayani jasa isi ulang pulsa dan aneka tagihan yang semuanya melalui aplikasi KUDO.



Usaha Junaedi menjadi ramai. Orang tidak sekadar membeli barang, tetapi juga mencolok listrik dan Wi-Fi. Ia juga memperoleh tambahan pendapatan dari isi ulang pulsa dan aneka tagihan. Sebagai mitra Warung Pintar, ia dibekali aplikasi yang memungkinkan dirinya kulakan barang dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan distributor kecil di Pasar Karet. Harga beli satu dus air mineral kemasan botol 600 militer di distributor kecil, misalnya, Rp. 50.000, belum termasuk biaya pengiriman. Sementara harga beli barang yang sama lewat aplikasi Rp. 48.000 bebas ongkos kiirm.



Pengalaman serupa dialami Nurjana Anggraeni, pemilik toko kelontong “Aan” di Jalan Kelana, Cilandak Timur. Bedanya, ia adalah pengguna aplikasi Mitra Bukalapak yang tidak jauh berbeda dengan Warung Pintar, yakni melayani kulakan grosir barang kebutuhan usaha kelontong serta sistem pembayaran produk digital berupa isi ulang pulsa dan aneka tagihan.



Ida Farida, pemilik toko kelontong “The Ida Jaya” di Jalan Kalibaru Barat, Bekasi, mengaku tidak lagi pergi kulakan ke distributor kecil setelah memakai aplikasi Mitra Tokopedia. Segala barang yang dibutuhkannya kini bisa dibeli melalui aplikasi yang harganya lebih murah.



Junaedi, Nurjana, dan Ida adalah contoh pedagang kelontong yang mendapat manfaat dari pengembangan teknologi daring ke luring (O2O) milik perusahaan rintisan digital. Teknologi ini terus diperkenalkan ke pemilik toko, kios, warung kelontong di seluruh Indonesia. Pengembangan teknologi atau konsep bisnis tidak hanya perusahaan rintisan, tetapi juga peritel besar.



Brand Manager Warung Pintar Dista Mirta mengatakan, usaha kelontong telah menjadi bagian dari penggerak perekonomian Indonesia. Kebanyakan berskala mikro-kecil dalam fisik warung di pinggir jalan. Mereka rentan dengan isyu penggusuran. Hal ini menjadi latar belakang pendirian Warung Pintar pada bulan Agustur 2017 yang bervisi menciptakan kesempatan baru bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar siap bersaing di masa depan.



Kendala utamanya adalah adaptasi teknologi. Tidak semua pengusaha cepat fasih memanfaatkan teknologi. Sejauh ini, Warung Pintar menjangkau lebih dari 1.300 pengusaha warung kelontong di Jabodetabek dan Banyuwangi.



Perluasan usaha

Presiden Bukalapak, Fajrin Rasyid menyampaikan, Mitra Bukalapak menjadi perluasan misi awal perusahaan untuk memberdayakan UMKM. Sembilan tahun lalu, saat pertama kali dirintis, modal bisnis Bukalapak adalah laman pemasaran yang menjadi ruang UMKM untuk berjualan.



Porsi bisnis ritel luring di Indonesia masih sangat besar sekitar 70-95%. Lebih dari separuh bisnis ritel luring itu dijalankan secara tradisional melalui toko, kios, atau warung kelontong. Sejak dirintis 1,5 tahun lalu, Mitra Bukalapak telah digunakan oleh lebih dari 1,5 juta pengusaha kelontong di seluruh Indonesia. Bukalapak bermitra dengan distributor utama resmi yang ditunjuk produsen. Seluruh barang dikumpulkan di 30 gudang milik Bukalapak. Ketika pedagang kelontong memesan melalui aplikasi, tim akan mengirim ke lokasi tanpa biaya.


Visi President Corporate Communications Tokopedia Nurani Razak mengklaim, kehadiran aplikasi memudahkan pebisnis ritel skala UMKM memanfaatkan teknologi agar usahanya lebih berkembang. Aplikasi Mitra Tokopedia memungkinkan pedagang kelontong mendapatkan margin lebih baik dan membuka jalur pendapatan baru dengan produk digital. Mereka juga mendapatkan keuntungan langsung berupa diskon dan poin hadiah.

Senin, 25 Februari 2019

REVITALISASI PASAR DONGKRAK OMZET PEDAGANG



23 Feb 2019, 15:00 WIB

Pemerintah terus merevitalisasi pasar rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan pedagang. Ini dilakukan melalui peningkatan omzet, memudahkan akses transaksi jual beli dengan nyaman, serta mendukung kelancaran logistik dan distribusi. Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Peningkatan Sarana Perdagangan, Eva Yuliana mengatakan, revitalisasi pasar tradisional itu mengacu pada ketentuan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 8152:2015.

 Dengan revitalisasi pasar rakyat ada beberapa keuntungan yang didapat. Pertama, bisa memberikan pelayanan kepada konsumen yang lebih layak dan nyaman dalam berbelanja. "Penjual juga lebih nyaman dalam menjual dagangannya," ujar Eva.‎ Revitalisasi juga mampu meningkatkan daya beli masyarakat. Pemerintah akan terus mendorong dan meningkatkan jumlah revitalisasi pasar di Indonesia. "Jadi tidak hanya fisiknya, tetapi bagaimana mengajarkan pengetahuan pengelolaan pasar. Setelah manajemen direvitalisasi maka yang diharapkan adalah memperpendek mata rantai antara produsen dan penjual,".‎ Wartawan: Septian Deny.

Minggu, 24 Februari 2019

REVITALISASI PASAR RAKYAT HANYA FISIK MALAH TAMBAH BEBAN PEDAGANG
 

21 Februari 2019 - 18:16 WIB

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (IKAPPI), Abdullah Mansuri menilai, menilai upaya pemerintah merevitalisasi 4.211 pasar rakyat sepanjang 2015-2018 belum berdampak signifikan terhadap daya saing dan kualitas pasar rakyat. Selama ini pemerintah cenderung memfokuskan diri kepada pembangunan fisik. Sisi nonfisik justru diabaikan. Akibatnya, revitalisasi pasar tidak menambah baik minat pedagang maupun pembeli untuk berniaga di pasar yang baru.

Sekjen Asosiasi  Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), M. Maulana mengatakan, banyak masalah yang dialami oleh para pedagang di pasar rakyat yang telah direvitalisasi. “Misalnya dalam hal retribusi, para pedagang sangat sering tidak diajak diskusi dan sosialisasi mengenai besaran retribusi pascarevitalisasi. Akhirnya sering kali mereka menilai pasar yang telah direvitalisasi justru menimbulkan beban baru bagi mereka.” Di sisi lain, pemerintah juga belum menjamah persoalan nonfisik yang lebih krusial di pasar rakyat. Salah satunya, terkait masih panjangnya rantai distribusi barang dari produsen menuju pedagang pasar. Wartawan: Yustinus Andri.
FOKUS REVITALISASI PASAR BERUBAH 



Bisnis Indonesia, Hal 22 (Kamis, 21 Februari 2019)

Pemerintah mengubah prioritas program revitalisasi pasar pada tahun ini guna merealisasikan target ambisius untuk meremajakan total 5.000 pasar tradisional pada 2015-2019. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Tjahya Widayanti mengatakan pada tahun ini program revitalisasi pasar akan lebih difokuskan untuk pasar rakyat tipe D. Ditargetkan sebanyak 1.030 pasar rakyat dapat diremajakan pada tahun ini. Adapun, anggaran yang disediakan untuk mengemban tugas tersebut adalah Rp1,1 triliun. “Beberapa tahun yang lalu, program revitalisasi pasar yang kami lakukan lebih banyak menyasar pasar tipe C daripada tipe D. Namun, dengan dana yang relatif terbatas saat ini serta target yang harus dicapai, tahun ini kami akan lebih banyak merevitalisasi tipe D”.

Perubahan fokus program revitalisasi pasar mulai tahun ini akan memengaruhi misi utama pemerintah dalam meningkatkan kualitas dari pasar rakyat. Pasalnya, selain melakukan pembangunan secara fisik, pemerintah dituntut untuk memperkuat sisi nonfisik dari pasar rakyat yang direvitalisasi itu. “Kami juga membangun dari sisi nonfisik. Ini kelihatan dari rata-rata pasar yang kami revitalisasi omzetnya naik 20%. Kami juga telah melakukan pelatihan terhadap lebih dari 800 pengelola pasar, sehingga ekosistem pasar juga kami perbaiki.” Wartawan: Yustinus Andri.
PADA TAHUN 2019, KEMENDAG BAKAL REVITALISASI 1.037 PASAR RAKYAT



Rakyat Merdeka, Hal 13 (Kamis, 21 Februari 2019)

Kemendag memastikan program revitalisasi pasar masih terus berjalan. Pada tahun ini, Kemendag menargetkan sebanyak 1.037 unit pasar akan direvitalisasi. Jumlah tersebut merupakan sisa program Presiden Jokowi periode 2015-2018 yang menargetkan peremajaan 5.000 pasar di seluruh Indonesia. “Anggaran sekitar Rp1,1 triliun untuk revitalisasi pasar 2019. Diharapkan akan lebih 5.000 pasar yang direvitalisasi. Memang tidak harus 5.000 (pasar) lebih banyak pasti lebih baik. Hingga tahun lalu Kemendag telah merevitalisasi sekitar 4.211 unit(Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Tjahya Widayanti)  

Konsep revitalisasi pasar tidak hanya sekedar pembenahan bangunan fisik, tapi juga non fisik yang terkait dengan pengelolaan pasar. Antara lain, revitalisasi manajemen, kemudahan akses permodalan perbankan, dan standar prosedur terhadap pelayanan pasar.

Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri mendukung program revitalisasi pasar. Selain revitalisasi, Mansuri meminta pemerintah menerbitkan aturan perlindungan pasar tradisional. Apalagi, pemerintah sudah lama menjanjikan aturan tersebut. “Dulu kami punya aturan pegangan berupa Perpres 112 Tahun 2007 tentang Penataan, Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Tapi sekarang tidak ada lagi.” Wartawan: KPJ.

Jumat, 22 Februari 2019

DAUR ULANG SAMPAH - MENGOLAH YANG TERSINGKIR JADI BERNILAI

Nino Citra Anugrahanto
Harian Kompas, 23 Februari 2019

Sampah plastik kemasan yang selama ini tersingkir dalam proses daur ulang samaph oleh sekelompok anak muda "disulap menjadi barang-barang bernilai. Usaha berkonsep kewirausahaan sosial ini melibatkan 350 kelompok masyarakat.

Sejumlah tas, kotak pensil, map, dompet, gantungan kunci, hingga bunga imitasi tertata rapi di etalase dan rak yang ada di butik di Jalan Sukoharjo, Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Harga barang-barang dalam balutan warna-warni itu sekitar Rp. 6.000 - Rp 200.000, bergantung pada detailnya.

Sekilas, pengunjung tidak akan mengira barang-barang yang dipajang di ruangan seluas 4 meter X 10 meter itu hasil daur ulang sampah plastik kemasan. Baru jika diperhatikan secara cermat, terlihat di balik balutan warna-warni indah produk kerajinan tangan itu adalah potongan-potonan kecil berbagai bungkus kemasan makanan. 

Adalah Hijrah Purmama Putra (36) dan sejumlah temannya yang menginisiasi pembuatan barang-barang kerajinan dari sampah plastik kemasan tersebut. "Kami memulainya pada tahun 2008. Waktu itu kami sering nongkrong di warung burjo (bubur kacang hijau) atau warung makan mie instan, sering melihat sampah-sampah (kemasan) plastik dibuang begitu saja, kata Hijrah di butiknya, yang dinamai Butik Daur Ulang, Minggu (17/2/2019). 

Hijrah yang pada saat itu kuliah di Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia, merasa ilmu tentang pengolahan sampah yang dipelajarinya bisa digunakan untuk menjawab masalah itu. Sampah-sampah tersebut jika dibiarkan pasti hanya akan berakhir di sungai, ditimbun di tanah, atau dibakar karena tidak banyak masyarakat yang tahu cara pengolahannya. Dijual pun tidak laku, beda dengan botol plastik.

"Kalau begitu kan, nanti akan berpengaruh pada kualitas lingkungan. Jadi, kami coba mengedukasi para pemilik warung agar mau mengumpulkan sampah-sampah plastik mereka, tutur Hijrah". 

Sampah plastik tersebut berupa bekas bungkus makanan dan minuman kemasan. Setiap hari Sabtu dan Munggu, Hijrah dan teman-temannya mengambil sampah itu ke warung-warung makan. Setelah dicuci dan dijemur, lalu disimpan di gudang. 

"Dalam satu tahun, gudang kami penuh. Kami mencari lewat Google, sampah plastik ini bisa dijadikan produk apa saja. Dari situ, kami membuat kerajinan tangan, seperti tas dan map, yang kemudian kami pasarkan lewat media sosial. Kebetulan mendapat respons bagus, " kata Hijrah. 

Dalam perjalanan waktu, pesanan selalu datang. Bahkan pada tahun 2010, Hijrah bisa menjual produknya hingga ke Philipina. Kenalannya dalam sebuah pameran, seorang pengunjung asal Philipina, memesan sekitar 50 produk daur ulang, paling banyak berupa  totebag dan map. Harganya mulai dari Rp. 20.000 hingga Rp. 150.000.  

Kewirausahaan sosial
Usaha itu digarap secara lebih serius dengan mengedepankan prinsip kewirausahaan sosial. Masyarakat dilibatkan dengan membentuk bank sampah. Pada saat ini ada 350 kelompok yang menjadi nasabah bank sampah itu dengan 60-80 orang per kelompok.
Anggota kelompok juga digandeng untuk membuat produk daur ulang dan dijual di Butik Daur Ulang. Hasil kreasi masyarakat dibayar di awal agar minat mereka untuk mengelola sampah kian tinggi. Model seperti itu membuat masyarakat termotivasi untuk terus berkreasi dengan mendaur ulang sampah plastik.

"Sebanyak 30 persen keuntungan kami berikan kepada masyarakat. Setiap bulan ada empat-lima lokasi yang kami datangi untuk mengedukasi masyarakat terkait dengan pengelolaan sampah," tutur Hijrah.

Materi yang diberikan berupa pemilahan sampah plastik. Masyarakat diberi tahu bahwa sampah plastik memiliki nilai jual. Dengan pemilihan yang benar, masyarakat bisa menjual sampah plastik yang mereka kumpulkan dalam kondisi rapi dan bersih, ke Butik Daur Ulang dengan harga Rp. 30-Rp70 per lembar.  

Dengan melibatkan masyarakat, kini produknya semakin bervariasi, mencapai 145 jenis dengan jumlah produksi sebanyak 500-600 unit per bulan. Produk yang paling laku adalah map dan goodie bag. Biasanya pemesannya instansi-instansi yang mengadakan seminar. Jika banyak pasangan menikah, Butik Daur Ulang juga kebanjiran pesanan berupa coin purse (dompet koin), pernah mendapat pesanan 1.000 unit.     

Usaha daur ulang sampah juga mulai ditumbuhkan di Kota Bandung, Jawa Barat .Selain diajak mengelola sampah melalui bank sampah, sejak tahun 2018 para ibu rumah tangga dibina membuat kerajinan daur ulang bungkus minuman plastik menjadi taplak meja, tempat tisu, juga keranjang. Sampah yang semula berakhir di tempat pembuanan karena tidak bernilai itu kini bernilai Rp.30.000 hingga Rp. 60.000 per buah.

"Hasil kerajinan dari daur ulang sampah kemasan plastik ini sebagian ditampun atau dibeli oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandun, juga ada sekolah-sekolah yang memesan," kata Dewi Kusmianti yang mendapat tugas dari Dinas Linkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bandung untuk membina serta mendampingi masyarakat mengelola bank sampah.

Kegiatan ini merupakan bagian dari gerakan bertajuk Kang Pisman, yaitu gerakan masyarakat untuk mengurangi, memisahkan atau memilah, serta mendaur ulang sampah.
       
Tiga mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yaitu: Yusroni (19), Junita Solin (19), dan Nvia Adisti Putri (20) mempunyai cara sendiri untuk mengurangi sampah plastik. Mereka mengembangkan aplikasi bernama Plastic untuk jual beli produk berbasis daur ulang sampah plastik. Ada beberapa jenis limbah daur ulan yang bisa dipasarkan lewat aplikasi yang terus dikembangkan ini, yaitu: kaca, plastik, dan kayu.

Di Denpasar, Bali masyarakat juga bisa memanfaatkan aplikasi Gringgo di telepon genggam untuk mendapatkan informasi lokasi pembuangan sampah dan pengolahan sampah. Aplikasi yang dikembangkan Oliver Pouillon, Co-Founder dan CEO  Gringgo Trash Tech dan rekannya, Febriadi Pratama ini, dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam upaya pengelolaan sampah secara swakelola.