Kamis, 23 Agustus 2012

AMANKAH PASARKU DARI KEBAKARAN?

Kebakaran seringkali terjadi di pasar-pasar tradisional yang hal ini sudah sejak lama terjadi. Meskipun demikiaan, hampir tidak pernah ada upaya pencegahan sejak dini. Seringkali terjadinya kebakaran diakibatkan oleh hubungan pendek arus listrik sehubungan dengan kecerobohan yang dibiarkan, seolah-olah sudah lumrah tidak perlu dipikirkan dan ditangani secara serius. Padahal setiap terjadi kebakaran sudah tentu diikuti dengan kerugian pedagang pasar yang sangat besar. Sebagai misal, kebakaran yang tejadi di Pasar Projo, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang pada tanggal 20 Juli 2012 pukul 22.45 WIB telah menimbulkan kerugian sekitar Rp.1 (satu) trilyun, suatu jumlah yang sangat besar bagi ukuran kota kecamatan.(KOMPAS.com)

Gambar di samping ini menunjukkan kabel-kabel jaringan listrik yang dibiarkan semrawut dan tidak pernah dirawat sejak pasar mulai beroperasi pertama kali. Hal ini sudah umum terjadi di pasar-pasar tradisional.

Gambar di samping adalah meter listrik di pasar yang tampak tidak pernah mendapatkan perawatan, kemungkinan ini terjadi sejak pasar pertama kali beroperasi.


Dengan kondisi seperti selain tidak ada upaya pencegahan, juga persiapan untuk berjaga-jaga untuk mengantisipasi kebakaran kurang menjadi perhatian yang serius. Hal ini ditunjukkan dengan terbatasnya alat pemadam kebakaran (APAR) portable yang seharusnya disediakan dalam jumlah cukup banyak yang disesuaikan dengan luas pasar. APAR portable yang terbatas jumlahnya tersebut tidak tepat peletakkannya, bahkan terkesan asal-asalan. Di beberapa pasar, APAR portable dikumpulkan di kantor pasar sepeti gambar di bawah ini, dengan alasan apabila diletakkan di pasar kemungkinan hilang diambil orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Apabila terjadi kebakaran, sudah barang tentu untuk mengambil dan menggunakannya akan mengalami kesulitan. Selain itu, apakah peralatan tersebut selalu diperiksa secara berkala agar selalu siap digunakan ketika dibutuhkan.
Namun ada upaya cerdik yang dilakukan oleh Pihak Pengelola Pasar lain dengan meletakkan di lemari kecil seperti di gambar di bawah ini, untuk mencegah agar tidak mudah dicuri orang yang tidak bertanggung jawab. Apabila akan dipakai, maka kaca lemari kecil tersebut dapat dipecah dan APAR-nya diambil dan dipakai untuk memadamkan kebakaran.


Selain APAR portable diperlukan APAR jenis lain yaitu hidran yang sangat diperlukan untuk memadamkan api ketika mulai membesar sehingga APAR portable sudah tidak memadai lagi. Kembali di kebanyakan Pasar Tradisional kesiapan hidran sangat diragukan karena tidak pernah diperiksa apakah ada air yang mengalir di dalam pipa dan apakah peralatannya cukup lengkap. Pernah dijumpai di pasar, keberadaan hidran ini tidak terbebas dari halangan atau dengan perkataan lain tertutup oleh pedagang yang berjualan, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Keadaan ini akan menyulitkan pemeriksaan hidran untuk mengetahui kesiapan untuk dipakai. Apabila terjadi kebakaranpun kondisi seperti ini akan menyulitkan penggunaan oleh para petugas. Kebanyakan pada saat kebakaran, mobil pemadam kebakaran sulit mencari air karena ketidaksiapan hidran-hidran di pasar yang dapat beroperasi, terlebih lagi pada saat musim kemarau.
Berdasarkan pengamatan penulis ketika bertemu dengan pihak pengelola di berbagai pasar tradisional di beberapa daerah terbetik bahwa mereka tidak pernah mendapatkan pengalaman memadamkan kebakaran melalui simulasi secara berkala di pasarnya masing-masing. Bahkan hanya beberapa orang saja yang pernah dilatih menggunakan APAR portable. Penulis pernah menjumpai penyediaan APAR portable dalam jumlah yang cukup memadai, yaitu di Pasar Kota Boyolali, Jawa Tengah. Di setiap lima kios yang berjualan kain, baju dan barang-barang plastik yang ini dikategorikan rawan terhadap kebakaran diletakkan satu APAR portable dan pedagang di sekitarnya dilatih menggunakan peralatan tersebut. Di tempat lain yang rawan kebakaran, seperti di sekitar lapak-lapak di dalam pasar yang memasak makanan dan minuman juga diletakkan satu APAR pada dinding di dekatnyaportable. Hal ini perlu dijadikan contoh upaya persiapan penanganan bahaya kebakaran bagi pasar-pasar tradisional lain. Namun yang terpenting adalah upaya pencegahan dengan memastikan tidak ada pemasangan kabel-kabel listrik yang tidak mengikuti standar pemasangan instalasi listrik yang ditetapkan oleh PLN. Selain itu, perlu dilakukan simulasi pemadaman kebakaran secara berkala (6 bulan sekali)yang melibatkan semua pihak yang sehari-hari berada di pasar yang bersangkutan. Perlu diingat, jangan menyesal setelah terjadi karena meremehkan pencegahan dan persiapan penanganan.
Untuk mengurangi jatuhnya korban manusia apabila terjadi kebakaran di kala pasar tengah beroperasi, maka perlu disiapkan jalur-jalur evakuasi yang dilengkapi dengan petunjuk yang jelas dan bebas dari halangan. Jalur evakuasi ini tampaknya belum pernah terpikirkan dan belum pernah dijumpai di kebanyakan pasar tradisional. Kemungkinan fasilitas ini sudah disediakan ketika pada waktu pembangunan atau renovasi bangunan pasar. Namun dalam perjalanannya diduduki oleh para pedagang yang berjualan di situ. Perlu ditegakkan fungsinya kembali, untuk apa saja yang sudah disiapkan untuk menghadapi musibah kebakaran sebelum korban manusia berjatuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar