Strategi dalam menjual penting dimiliki oleh para pedagang umumnya, termasuk para pedagang pasar tradisional. Strategi ini belum dapat dikatakan sebagai strategi pemasaran karena tingkatannya yang masih sangat sederhana belum sekompleks strategi seperti yang terdapat dalam teori pemasaran dengan formula segmentation, targeting dan positioning (STP). Pengertian strategi di sini, masih sebatas strategi (cara) menjual barang dalam menghadapi persaingan.
Para pedagang yang mempunyai pengetahuan lebih tentang para konsumen dan pesaingnya akan dapat mengembangkan strategi memasarkan (menjual) barang yang tepat untuk mempertahankan konsumennya dan menghadapi pesaingnya. Pengetahuan yang mereka miliki tersebut merupakan suatu keunggulan dibanding pedagang lain, termasuk para pesaing.
Pengetahuan tentang konsumen (pelanggan) adalah pemahaman yang mendalam yang dimiliki oleh para pedagang terhadap konsumen pada umumnya khususnya terhadap pelanggannya secara spesifik. Pengetahuan tentang konsumen meliputi pemahaman tentang pelanggan potensial, sensitivitas pelanggan terhadap harga, akses ke lokasi serta segmentasi pelanggan. Pemahaman tentang pelanggan potensial menentukan fokus pedagang terhadap pelanggannya yang dianggap potensial guna memberikan layanan istimewa dibanding konsumen lain. Pemahaman tentang sensitivitas pelanggan terhadap harga menjadi strategi penetapan harga dalam rangka untuk meningkatkan penjualan. Para pedagang kios di pasar tradisional perlu mencoba untuk melakukan penjualan dengan harga diskon pada periode tertentu guna meningkatkan penjualan, seperti yang biasa dilakukan para pedagang di pasar-pasar moderen. Pemahaman tentang akses ke lokasi seringkali ditanggapi salah oleh para pedagang dengan melanggar peraturan tentang tempat berdagang, yaitu berusaha berdagang di dekat pintu masuk atau halaman depan pasar, padahal pedagang tersebut sebenarnya sudah memiliki lapak di dalam pasar. Sebagai alasannya adalah pedagang lain terutama Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai pesaingnya juga melakukan hal yang serupa. Untuk menghindari hal ini, maka pihak pengelola pasar perlu menegakkan peraturan yang tegas tentang lokasi berdagang. Pemahaman tentang segmentasi pedagang menentukan jenis dan kualitas serta harga barang-barang yang dijual. Segmentasi ini biasanya juga terkait dengan citra pasar tradisional yang bersangkutan yang biasanya juga terkait dengan lokasi pasar, apakah berdekatan dengan daerah perumahan elit atau berada di daerah pemukiman masyarakat pedesaan atau daerah pinggiran.
Para pedagang yang mempunyai pengetahuan lebih tentang para konsumen dan pesaingnya akan dapat mengembangkan strategi memasarkan (menjual) barang yang tepat untuk mempertahankan konsumennya dan menghadapi pesaingnya. Pengetahuan yang mereka miliki tersebut merupakan suatu keunggulan dibanding pedagang lain, termasuk para pesaing.
Pengetahuan tentang konsumen (pelanggan) adalah pemahaman yang mendalam yang dimiliki oleh para pedagang terhadap konsumen pada umumnya khususnya terhadap pelanggannya secara spesifik. Pengetahuan tentang konsumen meliputi pemahaman tentang pelanggan potensial, sensitivitas pelanggan terhadap harga, akses ke lokasi serta segmentasi pelanggan. Pemahaman tentang pelanggan potensial menentukan fokus pedagang terhadap pelanggannya yang dianggap potensial guna memberikan layanan istimewa dibanding konsumen lain. Pemahaman tentang sensitivitas pelanggan terhadap harga menjadi strategi penetapan harga dalam rangka untuk meningkatkan penjualan. Para pedagang kios di pasar tradisional perlu mencoba untuk melakukan penjualan dengan harga diskon pada periode tertentu guna meningkatkan penjualan, seperti yang biasa dilakukan para pedagang di pasar-pasar moderen. Pemahaman tentang akses ke lokasi seringkali ditanggapi salah oleh para pedagang dengan melanggar peraturan tentang tempat berdagang, yaitu berusaha berdagang di dekat pintu masuk atau halaman depan pasar, padahal pedagang tersebut sebenarnya sudah memiliki lapak di dalam pasar. Sebagai alasannya adalah pedagang lain terutama Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai pesaingnya juga melakukan hal yang serupa. Untuk menghindari hal ini, maka pihak pengelola pasar perlu menegakkan peraturan yang tegas tentang lokasi berdagang. Pemahaman tentang segmentasi pedagang menentukan jenis dan kualitas serta harga barang-barang yang dijual. Segmentasi ini biasanya juga terkait dengan citra pasar tradisional yang bersangkutan yang biasanya juga terkait dengan lokasi pasar, apakah berdekatan dengan daerah perumahan elit atau berada di daerah pemukiman masyarakat pedesaan atau daerah pinggiran.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2007 di beberapa pasar tradisional di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (JABODETABEK) serta Bandung diperoleh informasi bahwa dari segi jumlah pelanggan, para pedagang sebagai responden mengatakan bahwa jumlah pelanggan yang terbanyak adalah para pemilik toko/warung untuk kulakan (41,5% dari jumlah responden), kalangan rumah tangga (40,1%), pemilik restoran (11,3%), pedagang keliling untuk kulakan (6,6%) dan lainnya (0,5%). Dari segi nilai pembelian, para pelanggan yang membeli terbanyak masih tetap pemilik toko/warung (43,7% dari jumlah responden mengatakan ini), kalangan rumah tangga (33,9%), pemilik restoran (14,0%), pedagang keliling untuk kulakan (8,0%), dan lainnya (0,3%).
Pengetahuan tentang pesaing adalah pemahaman yang mendalam yang harus dimiliki pedagang tentang pesaingnya, meliputi siapa sebenarnya yang menjadi pesaing utama serta informasi tentang strategi dan kebijakan pemasaran yang ditempuh oleh para pesaing. Pengetahuan tersebut mencakup informasi tentang produk pesaing, bentuk pelayanan yang diberikan oleh pesaing seperti layanan khusus hantaran barang langsung atau pembayaran yang tidak secara tunai, strategi penetapan harga dengan memberikan harga diskon pada pelanggan, strategi komunikasi sebagai bentuk promosi dari dari mulut ke mulut atau dengan berbicara di pertemuan arisan pedagang, serta pengetahuan tentang siapa yang menjadi target pasar pesaing apakah persis sama atau menyasar target lain.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2007 terhadap para pedagang di beberapa pasar tradisional di JABODETABEK dan Bandung diperoleh informasi bahwa pesaing terberat adalah sesama pedagang pasar (32,9% dari jumlah responden), kemudian diikuti oleh Supermarket (27,5%), Pedagang Kaki Lima (PKL), pasar tradisional lain (5,4%). Minimarket (2,5%), pedagang asongan (1,0%) dan kios (0,3%). Para PKL yang menjadi pesaing adalah PKL yang berjualan di sekitar pasar yang seringkali menutupi pintu masuk pasar dan memenuhi halaman pasar. Selanjutnya hal yang menarik dari penelitian tersebut ialah ada sekitar 12,5% dari responden yang mengatakan tidak mengetahui secara persis siapa yang menjadi pesaing utamanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2007 terhadap para pedagang di beberapa pasar tradisional di JABODETABEK dan Bandung diperoleh informasi bahwa pesaing terberat adalah sesama pedagang pasar (32,9% dari jumlah responden), kemudian diikuti oleh Supermarket (27,5%), Pedagang Kaki Lima (PKL), pasar tradisional lain (5,4%). Minimarket (2,5%), pedagang asongan (1,0%) dan kios (0,3%). Para PKL yang menjadi pesaing adalah PKL yang berjualan di sekitar pasar yang seringkali menutupi pintu masuk pasar dan memenuhi halaman pasar. Selanjutnya hal yang menarik dari penelitian tersebut ialah ada sekitar 12,5% dari responden yang mengatakan tidak mengetahui secara persis siapa yang menjadi pesaing utamanya.
Dalam penelitian tersebut juga dikemukakan strategi yang digunakan para responden pedagang dalam menari para pembeli, yaitu bersikap sopan santun (37,65 dari jumlah responden), memberikan jaminan kualitas barang yang dijual (19,9%), memberikan potongan harga/diskon (12,8%), menambah keanekaragaman barang dagangan (9,1%), mengelola barang dagangan yang lebih baik (3,4%), memprioritaskan pembeli rutin (2,5%), melakukan pengiriman langsung ke rumah pembeli (2,2%), berbuat jujur (1,7%), menerima pembayaran dalam bentuk cicilan (0,7%) dan menjaga kebersihan (0,5). Selanjutnya hal yang menarik dari penelitian ini, adalah sebanyak 9,6% dari total responden tidak memiliki strategi dalam menjual barang dagangannya.
Jika melihat jumlah responden yang mengatakan tidak mengetahui siapa pesaing terberatnya (12,5% dari total responden) lebih besar daripada jumlah responden pedagang yang tidak memilki strategi pemasaran (9,6%), maka pedagang yang sekalipun tidak mengenal pesaingnya kemungkinan ia tetap memiliki strateginya sendiri tanpa mempedulikan strategi apa yang diterapkan pesaingnya. Kemungkinan mereka memilih strategi menjual secara acak, sehingga belum tentu strategi ini tepat mengenai sasaran.
Untuk mendukung strategi menghadapi persaingan tersebut, para pedagang perlu memahami tentang pemasok meliputi kredibilitas pesaing dihadapan pemasok guna mengetahui perlakuan pemasok terhadap pesaing dibanding terhadap dirinya, kepercayaan pemasok terhadap dirinya dan sebaliknya, kontinuitas pasokan dan penetapan harga oleh pemasok. Informasi tentang pemasok ini berguna untuk memperkuat penetapan strategi penjualan yang dirasakan tepat setelah memperhatikan informasi tentang konsumen (pelanggan) dan pesaing.
Berdasarkan penelitian oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2007 terhadap para pedagang di beberapa pasar tradisional di JABODETABEK dan Bandung, diperoleh informasi bahwa pemasok yang paling banyak digunakan adalah pemasok profesional (agen/distributor penjualan) dinyatakan oleh 43% dari jumlah responden, pasar grosir tradisional (31,4%), penjual grosir (9,3%), pasar tradisional lain (8,4%), langsung dari produsen (5,9%) dan produksi sendiri (2,0%). Informasi di muka menunjukkan bahwa kini banyak perusahaan keagenan dan distributor masuk ke pasar-pasar tradisional khususnya yang memasarkan fast moving consumtion goods (FMCG) seperti sabun mandi, shampo, pasta gigi, mie instan, kopi bubuk, susu kaleng dan sebagainya. Hal ini tampak dari banyaknya poster yang ditempelkan di dinding bangunan pasar dan kios/lapak serta spanduk-spanduk yang karena tidak diatur pemasangannya mengakibatkan pasar terlihat kumuh dan kotor. Beberapa petugas perusahaan keagenan dan distributor memberikan bimbingan tentang cara penataan barang dagangan (displai) kepada para pedagang tradisional secara sporadis. Sebenarnya hal ini dapat diorganisir oleh pihak pengelola pasar sehingga lebih efektif dan manfaatnya dapat dirasakan oleh banyak pedagang pasar.
Pengetahuan tentang strategi dalam menjual di tengah-tengah persaingan tentunya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pedagang dalam menyerap ilmu yang seyogyanya diberikan secara bertahap dan konsisten di pasar-pasar tradisonal. Selain itu, perlu dilakukan pendampingan ketika pengetahuan tentang strategi dalam menjual barang dagangan diimplementasikan dalam kegiatan usaha para pedagang sehari-hari. Di sini diperlukan keterlibatan pihak pengelola pasar dan paguyuban pedagang pasar. Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka secara bertahap kompetensi para pedagang pasar tradisional akan meningkat, sehingga diharapkan dapat bersaing dengan para pedagang pasar moderen.
Untuk mendukung strategi menghadapi persaingan tersebut, para pedagang perlu memahami tentang pemasok meliputi kredibilitas pesaing dihadapan pemasok guna mengetahui perlakuan pemasok terhadap pesaing dibanding terhadap dirinya, kepercayaan pemasok terhadap dirinya dan sebaliknya, kontinuitas pasokan dan penetapan harga oleh pemasok. Informasi tentang pemasok ini berguna untuk memperkuat penetapan strategi penjualan yang dirasakan tepat setelah memperhatikan informasi tentang konsumen (pelanggan) dan pesaing.
Berdasarkan penelitian oleh Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2007 terhadap para pedagang di beberapa pasar tradisional di JABODETABEK dan Bandung, diperoleh informasi bahwa pemasok yang paling banyak digunakan adalah pemasok profesional (agen/distributor penjualan) dinyatakan oleh 43% dari jumlah responden, pasar grosir tradisional (31,4%), penjual grosir (9,3%), pasar tradisional lain (8,4%), langsung dari produsen (5,9%) dan produksi sendiri (2,0%). Informasi di muka menunjukkan bahwa kini banyak perusahaan keagenan dan distributor masuk ke pasar-pasar tradisional khususnya yang memasarkan fast moving consumtion goods (FMCG) seperti sabun mandi, shampo, pasta gigi, mie instan, kopi bubuk, susu kaleng dan sebagainya. Hal ini tampak dari banyaknya poster yang ditempelkan di dinding bangunan pasar dan kios/lapak serta spanduk-spanduk yang karena tidak diatur pemasangannya mengakibatkan pasar terlihat kumuh dan kotor. Beberapa petugas perusahaan keagenan dan distributor memberikan bimbingan tentang cara penataan barang dagangan (displai) kepada para pedagang tradisional secara sporadis. Sebenarnya hal ini dapat diorganisir oleh pihak pengelola pasar sehingga lebih efektif dan manfaatnya dapat dirasakan oleh banyak pedagang pasar.
Pengetahuan tentang strategi dalam menjual di tengah-tengah persaingan tentunya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan pedagang dalam menyerap ilmu yang seyogyanya diberikan secara bertahap dan konsisten di pasar-pasar tradisonal. Selain itu, perlu dilakukan pendampingan ketika pengetahuan tentang strategi dalam menjual barang dagangan diimplementasikan dalam kegiatan usaha para pedagang sehari-hari. Di sini diperlukan keterlibatan pihak pengelola pasar dan paguyuban pedagang pasar. Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka secara bertahap kompetensi para pedagang pasar tradisional akan meningkat, sehingga diharapkan dapat bersaing dengan para pedagang pasar moderen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar