Kebanyakan pedagang pasar tradisional telah berjualan selama bertahun-tahun, bahkan sejak pasar pertama kali berdiri, di mana bangunan pasar masih sangat sederhana hingga kini di mana bangunan pasar telah beberapa kali direnovasi. Bahkan ada yang sudah turun menurun berjualan di pasar yang sama. Banyak juga telah berpindah-pindah pasar, namun tetap di pasar tradisional.
Sejarah yang panjang dengan perkembangan usaha yang nyaris tidak berubah mencerminkan perilaku usaha yang statis. Tampaknya kebanyakan dari mereka pada umumnya sudah cukup puas dengan keadaannya yang nyaris tidak berubah. Perubahan yang terjadi adalah sebatas pada bertambahnya jenis dan jumlah barang dagangan yang disertai dengan pertambahan luas tempat berjualan, baik itu berbentuk lapak maupun kios. Pengetahuan mereka tentang berdagang hampir tidak berkembang, hanya sebatas pada hal-hal yang bersifat tradisional dalam kulakan, membuat persediaan, melayani pembeli serta mengelola uang. Pengetahuan kebanyakan para pedagang tradisional yang hampir statis tidak berkembang ini sangat berkaitan dengan tidak dimilikinya akses ke sumber pengetahuan yang sudah barang tentu hampir mustahil untuk dilakukannya sendiri, tanpa bantuan orang-orang yang berhubungan dengan mereka sehari-hari ketika mereka berjualan di pasar atau orang-orang lain yang dengan tulus sengaja membantu mereka.
Orang-orang yang yang sehari-hari bergaul dengan para pedagang pasar tradisional adalah pihak pengelola pasar dan pemasok barang dagangan serta sudah barang tentu para pengunjung pasar (pelanggan). Di luar itu adalah orang-orang dari instansi pemerintah, terutama pemerintah daerah yang melakukan kegiatan di pasar dalam rangka program pemerintah. Pihak-pihak inilah yang bisa menjadi sarana akses pedagang tradisional untuk mendapatkan pengetahuan yang dalam perjalanan waktu ternyata tidak mampu berperan karena pengetahuan yang dimilikinya terbatas ditambah lagi kurangnya komitmen untuk membantu para pedagang tradisional.
Halim dan Ismaeni (2007) menunjukkan rendahnya orientasi kewirausahaan para pedagang pasar tradisional. Rendahnya orientasi kewirausahaan yang dimaksud di sini seperti keahlian yang minim dalam menjaga hubungan baik dengan pelanggan, dalam mengatur tata letak, dan kebersihan barang yang dijual, berorientasi kepada konsumen (pasar), memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pelanggan dan seterusnya. Padahal orientasi kewirausahaan para pedagang pasar tradisional merupakan salah satu bentuk utilisasi sumber daya dalam meningkatkan keunggulan bersaing mereka terhadap pesaingnya yaitu para peritel pasar moderen.
Kemampuan pedagang ritel termasuk pedagang pasar tradisional ketika beroperasi di pasar ditentukan berdasarkan responnya terhadap dinamika pasar. Sebagai contoh: para pedagang dengan cepat mengetahui kebutuhan konsumen dan memberikan solusi yang cepat juga kepada konsumennya. Hal ini dapat diketahui dengan cepat jika pedagang ritel tersebut sudah memiliki pemahaman yang mendalam tentang konsumennya, Respon terhadap pasar yang cepat dan tepat merupakan salah satu representasi dari kapabilitas dinamis yang dimiliki oleh pedagang ritel yang dapat mempengaruhi keunggulan bersaing yang langgeng, pada akhirnya ini memberikan kinerja unggul bagi yang bersangkutan. (Halim, 2007). Kapabilitas di sini adalah kemampuan atau kapasitas pedagang ritel dalam mengembangkan sumber daya. Sedangkan sumber daya adalah faktor-faktor yang tersedia dan dimiliki atau dikendalikan oleh pedagang ritel. Adapun kapabilitas dinamis adalah bentuk pemahaman terhadap sumber daya yang dimiliki untuk memberikan nilai lebih lingkungan persaingan yang dinamis melalui pengembangan sumber daya tersebut secara berkesinambungan (Afif dan Halim).
Di tengah-tengah persaingan yang dinamis dengan pasar moderen, tampaknya pasar tradisional semakin kedodoran menghadapi persaingan ini. Upaya perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap persaingan ini masih sebatas menghambat perkembangan pasar moderen dan revitalisasi pasar tradisional yang sebatas merenovasi bangunan pasar. Memang kedua jenis upaya ini paling mudah dan secara cepat dapat dilakukan, namun hasilnya masih jauh dari memadai. Dari pengalaman ini, sebenarnya yang terpenting adalah pengembangan kapabilitas dan kalau bisa kapabilitas dinamis agar para pedagang tradisional memiliki orientasi kewirausahaan sehingga mampu bersaing dengan pasar moderen. Diakui beberapa upaya tengah dilakukan di antaranya melalui Sekolah Pasar di Yogyakarta (www.sekolahpasar.com). Jika dibandingkan dengan jumlah pasar tradisional yang mencapai lebih dari sepuluh ribu dan tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia, maka diperlukan lebih banyak lagi lembaga atau institusi yang peduli terhadap pasar tradisional yang bersedia untuk mengupayakan peningkatan kapabilitas para pedagang tradisional. Di sini keterlibatan para pengelola pasar sangat membantu upaya tersebut. Oleh karenanya kemungkinan dapat berjalan lebih efektif apabila para pengelola harus dilatih terlebih dahulu, kemudian mereka terlibat dalam upaya peningkatan kapabilitas pedagang tradisional di pasar yang dikelolanya. Mengingat sebagian besar pasar-pasar tradisional dikelola oleh pemerintah daerah, maka para pengelola pasar dimaksud adalah aparatur pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota. Sehingga di setiap daerah hendaknya dikembangkan sekolah-sekolah pasar yang melibatkan pemerintah daerah setempat dengan menggunakan pengalaman Sekolah Pasar Yogyakarta sebagai salah satu model.
Rujukan Pustaka:
Afif, Adi Zakaria dan Halim, Rizal Edy, Jangan Bertanya Mengapa Pedagang di Pasar Tradisional
Terpuruk, Jurnal Usahawan.
Halim, Rizal Edy (2007), Dampak Pembentukan Kapabilitas Dinamis dari Entrepreneurial
Proclivity sebagai Pemicu Kinerja Pedagang pada Pasar Tradisional, Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2007, hal 8-10.
Halim, Rizal Edy dan Ismaeni, Fahrul (2007), Analisis Pembentukan Ketertarikan Terhadap Ritel:
Agenda Riset Bagi Revitalisasi Pasar Tradisional di Indonesia, Studi/Penelitian
Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jurnal Usahawan,
Desember 2007
Di tengah-tengah persaingan yang dinamis dengan pasar moderen, tampaknya pasar tradisional semakin kedodoran menghadapi persaingan ini. Upaya perlindungan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap persaingan ini masih sebatas menghambat perkembangan pasar moderen dan revitalisasi pasar tradisional yang sebatas merenovasi bangunan pasar. Memang kedua jenis upaya ini paling mudah dan secara cepat dapat dilakukan, namun hasilnya masih jauh dari memadai. Dari pengalaman ini, sebenarnya yang terpenting adalah pengembangan kapabilitas dan kalau bisa kapabilitas dinamis agar para pedagang tradisional memiliki orientasi kewirausahaan sehingga mampu bersaing dengan pasar moderen. Diakui beberapa upaya tengah dilakukan di antaranya melalui Sekolah Pasar di Yogyakarta (www.sekolahpasar.com). Jika dibandingkan dengan jumlah pasar tradisional yang mencapai lebih dari sepuluh ribu dan tersebar di berbagai daerah di seluruh Indonesia, maka diperlukan lebih banyak lagi lembaga atau institusi yang peduli terhadap pasar tradisional yang bersedia untuk mengupayakan peningkatan kapabilitas para pedagang tradisional. Di sini keterlibatan para pengelola pasar sangat membantu upaya tersebut. Oleh karenanya kemungkinan dapat berjalan lebih efektif apabila para pengelola harus dilatih terlebih dahulu, kemudian mereka terlibat dalam upaya peningkatan kapabilitas pedagang tradisional di pasar yang dikelolanya. Mengingat sebagian besar pasar-pasar tradisional dikelola oleh pemerintah daerah, maka para pengelola pasar dimaksud adalah aparatur pemerintah daerah, khususnya Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota. Sehingga di setiap daerah hendaknya dikembangkan sekolah-sekolah pasar yang melibatkan pemerintah daerah setempat dengan menggunakan pengalaman Sekolah Pasar Yogyakarta sebagai salah satu model.
Rujukan Pustaka:
Afif, Adi Zakaria dan Halim, Rizal Edy, Jangan Bertanya Mengapa Pedagang di Pasar Tradisional
Terpuruk, Jurnal Usahawan.
Halim, Rizal Edy (2007), Dampak Pembentukan Kapabilitas Dinamis dari Entrepreneurial
Proclivity sebagai Pemicu Kinerja Pedagang pada Pasar Tradisional, Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2007, hal 8-10.
Halim, Rizal Edy dan Ismaeni, Fahrul (2007), Analisis Pembentukan Ketertarikan Terhadap Ritel:
Agenda Riset Bagi Revitalisasi Pasar Tradisional di Indonesia, Studi/Penelitian
Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jurnal Usahawan,
Desember 2007