Bersaing Gaet Peritel Mikro
Kompas Kamis, 11 April 2019.
Kompas Kamis, 11 April 2019.
Pengecer
skala mikro diperebutkan perusahaan rintisan bidang e-dagang dan peritel besar
untuk memperluas pasar. Teknologi digital menjadi senjatanya.
Dengan
platform teknologi, perusahaan rintisan perdagangan secara elektronik atau
e-dagang serta peritel konvensional skala besar berusaha mempertahankan pasar.
Mereka bersaing menggaet pedagang eceran dengan menawarkan beraneka fitur,
diskon, dan kemudahan.
Indogrosir,
unit usaha PT. Indomarco Prismatama di bidang perkulakan, misalnya,
mengembangkan laman dan aplikasi pemesanan barang. Sementara PT. Sumber
Alfafaria Trijaya Tbk., pengelola gerai Alfamart, menerapkan konsep daring ke
luring (O2O) serta melatih dan membekali pedagang ritel, kelontong, dengan
pelatihan bisnis dan teknologi.
Perusahaan
e-dagang seperti Bukalapak dan Tokopediaa, juga menggarap warung kelontong.
Demikian pula perusahaan rintisan bidang teknologi seperti Warung Pintar, yang
menggarap peritel mikro.
Marketing
Director PT. Indomarco Prismatama, Wiwiek Yusuf, Rabu (10/4/2019) di Jakarta menyatakan,
Indomarco mengembangkan laman dan aplikasi pemesanan barang untuk memperkuat
posisi sejak dua tahun lalu. Kini lebih dari 100.000 peritel kecil atau pemilik
warung bergabung.
General
Manager PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Nur Rahman mengatakan perusahaan berusaha
mengikuti perkembangan teknologi. Dengan memanfaatkan jaringan gerai,
Alfamart menerapkan perdagangan dengan
konsep O2O untuk memudahkan transaksi, termasuk untuk pemesanan dan pengambilan
barang.
Presiden
Bukalapak Fajrin Rasyid menyebutkan pihaknya membukukan omzet trilyunan rupiah
setiap bulan dari hasil mengoperasikan Mitra Bukalapak sehingga mendongkrak
pendapatan perusahaan. Bukalapak menerapkan sistem bagi untung, baik dengan
produsen maupun pemilik toko dan warung kelontong.
Vice
President Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak berpendapat, bisnis
peritel berskala mikro tidak akan tergerus dengan perkembangan itu. Dengan
hadirnya teknologi digital, mereka semakin produktif, seperti kulakan barang
dagangan tidak perlu dilakukan setelah tutup warung.
Pasar
besar
Ketua
Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idea) Ignatius Untung menilai pengembangan
platform O2O untuk pengusaha toko dan warung kelontong, baik milik perusahaan
rintisan teknologi maupun peritel konvensional besar, semata-mata untuk tujuan
bisnis. Tujuan akhir merealisasikan platform adalah mengejar untung. Perusahaan
e-dagang berpotensi mendapatkan suntikan investasi.
Ada
beberapa metrik yang dipakai untuk mengejar suntikan modal baru, seperti
akuisisi konsumen, mitra pedagang, dan inovasi produk. Di sisi lain, kehadiran
platform O2O akan memotong rantai distribusi barang dari manufaktur sampai ke
konsumen. Akan tetapi situasi itu menimbulkan dampak lain, yakni ada bagian
rantai pendistribusi yang tergerus.
Ketua
Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mendey
berpendapat, semua pelaku bisnis menginginkan kepastia dua hal, yakni regulasi
dan ekspansi pasar.
Setiap
perusahaan rintisan teknologi dan peritel konvensional yang mengembangkan
platform O2O untuk usaha kelontong menawarkan keunggulan fitur. Semuanya
bersaing bisnis secara sehat.
Usaha
toko dan warung kelontong dekat dengan konsumen. Ada 5-6 perusahaan ritel konvensional
besar terjun kebisnis yang berkaitan langsung dengan pengusaha kelontong. Mereka
saling berlomba menawarkan jasa kulakan barang dagangan, layanan pembayaran
aneka tagihan, dan berpotensi pula produk laku pandai institusi perbankan pada
masa depan.
Fenomena
tersebut membuktikan bahwa bisnis ritel daring tidak bisa berdiri tanpa luring.
Demikian pula sebaliknya. Peritel luring memerlukan pemasaran digital agar
mereka tetap relevan dengan perkembangan jaman.