Kamis, 31 Juli 2014

REVITALISASI PASAR TRADISIONAL TANPA PEMBENAHAN MANAJEMEN

Sejak beberapa tahun lalu, pemerintah giat melakukan revitalisasi pasar tradisional milik pemeritah daerah di berbagai kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, jumlah pasar tradisional yang telah direvitalisasi sudah mencapai ratusan pasar sejak tahun 2008. Dana yang dicurahkan oleh pemerintah dalam program revitalisasi pasar tradisional milik pemerintah daerah ini melalui dua jenis saluran, yaitu Tugas Perbantuan (TP) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), di mana dana yang disalurkan melalui TP biasanya lebih besar dibanding dengan DAK. Di samping anggaran dari pemerintah, masing-masing pemerintah kabupaten dan kota serta pemerintah provinsi melalui APBD mereka juga turut serta membiayai revitalisasi pasar-pasar tradisional di daerah.

Keberhasilan revitalisasi pasar tradisional diklaim oleh pemerintah cukup berhasil dengan menunjukkan adanya peningkatan jumlah dan nilai transaksi setelah pasar direvitalisasi. Namun apabila melihat perkembangan di lapangan, sebenarnya terjadinya peningkatan jumlah dan nilai transaksi tersebut akibat setelah pasar direvitalisasi jumlah pedagangnya bertambah banyak dibanding jumlah sebelumnya, di mana biasanya pedagang kaki lima (PKL) yang semula berdagang di luar pasar yang lama kini harus masuk ke pasar yang telah selesai direvitalisasi bangunannya. Penambahan jumlah pedagang baru ex PKL menimbulkan keadaan pasar menjadi semrawut, mengingat pedagang ex PKL hanya diminta pindah tanpa dipersiapkan terlebih dahulu perilaku mereka. Sebagai catatan, pedagang ex PKL lebih mempunyai sifat sulit diatur "maunya sendiri", berbeda dengan pedagang pasar yang biasa berdagang di dalam bangunan pasar. Terlebih lagi, pengisian bangunan pasar yang telah selesai direvitalisasi tanpa diikuti dengan penataan zonasi barang dagangan, di mana pedagang dibiarkan menempati posisi yang sama dengan di pasar yang lama yang pada saat itu zonasinya sudah sangat kacau. Di sini, program revitalisasi pasar tradisional sudah kehilangan momentum untuk menata kembali zonasi barang dagangan akibat lemahnya manajemen pasar.      

Sebagian terbesar atau seluruh anggaran pemerintah tersebut ditujukan merevitalisasi bangunan phisik pasar. Hanya sebagian kecil dana yang disertakan untuk melakukan pembenahan pedagang dan pengelolaan (manajemen) pasar, sehingga kegiatan pembenahan atau seringkali juga disebut sebagai kegiatan pendampingan hanya berlangsung dalam waktu yang terbatas, biasanya hanya selama tiga bulan dalam setahunnya, sekalipun terus berlanjut selama tiga tahun. Jumlah anggaran pendampingan ini terlalu kecil, karena seharusnya kegiatan pendampingan setidaknya berlangsung selama tiga tahun secara terus menerus (setidaknya selama 10 bulan setiap tahun). Biasanya untuk kegiatan yang berkelanjutan terus menerus selama tiga tahun terhambat oleh ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) berkenaan dengan kegiatan yang bersifat multi years. Apalagi setiap tahun anggaran baru, kegiatan pendampingan tersebut harus ditenderkan yang memerlukan waktu untuk prosesnya. Padahal kegiatan pendampingan selama tiga tahun terus menerus tidak boleh berhenti, karena dampak kegiatan ini akan tidak nampak hasilnya apabila terputus atau tidak berkelanjutan.

Tidak dapat dilakukannya kegiatan pendampingan tersebut berdampak pada kegagalan manajemen pasar tradisional yang sesudah mengalami revitalisasi bangunan phisik pasar, yaitu terjadinya kembali kekumuhan pasar sekalipun bangunan phisiknya baru saja dibangun. Oleh karenanya pada saat revitalisasi pasar tradisional dilakukan, perlu juga dipikirkan kelangsungan pemanfaatan bangunan phisik pasar yang telah dibangun dalam jangka panjang di mana pasar tersebut tetap bersih dan tertata rapi serta tetap diminati oleh kalangan masyarakat banyak sejajar dengan pasar-pasar moderen Oleh karenanya pembenahan terhadap manajemen pasar tradisional mutlak harus dilakukan bersamaan dengan proses revitalisasi yang ini seringkali dilupakan atau bahkan kurang mendapatkan perhatian.  

Pembenahan manajemen pasar yang sifatnya non-phisik lebih sulit dilakukan dibanding dengan pembangunan phisik bangunan pasar, karena menyangkut pengembangan sumber daya manusia, perubahan perilaku dan pola pikir, serta biasanya memerlukan waktu panjang dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Konsistensi kebijakan pembenahan pasar tradisional oleh pemerintah daerah terutama Pemerintah Kabupaten dan Kota sangat diperlukan yang notabene di sini dituntut komitmen kepala daerah yang sangat tinggi. Pergantian pejabat yang membina pasar tradsional sejak dari jajaran paling rendah sampai dengan pimpinan sebaiknya jangan terlalu sering dilakukan agar selalu terjadi proses yang berkesinambungan. Ini semua di lapangan, tampak kurang terjadi sehingga pembenahan manajemen pasar dalam revitalisasi masih kurang mendapatkan perhatian yang utama. Apabila pembenahan manajemen pasar tidak dilakukan bersamaan dengan program revitalisasi pasar tradisional, maka dapat dipastikan program ini kurang dapat menghasilkan pasar-pasar tradisional yang bersih, nyaman dan tertata baik, bahkan kekumuhan akan selalu terjadi kembali setelah paling lama lima tahun saat pasar selesai direvitalisasi.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar