Sabtu, 16 Maret 2013

KAPAN PELANGGAN TIDAK MENINGGALKAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL

Kepuasan Pelanggan
Ditinggalkannya para pedagang tradisional oleh pelanggannya yang setia perlu dicermati, karena untuk dapat mempertahankan keberadaan pasar tradisional perlu diketahui penyebabnya mengapa para pelanggan cenderung meninggalkan para pedagang pasar tradisional, dimana sebelumnya setiap kali berbelanja selalu membeli dari pedagang yang bersangkutan.

Kesinambungan kepuasan pelanggan terhadap pedagang ritel merupakan indikator penting bagi kinerja pedagang ritel tersebut yang ini diharapkan mampu merangsang maksud untuk berlangganan, membeli ke pedagang tersebut secara terus menerus. Namun perlu diperhatikan bahwa kepuasan pelanggan dalam perilaku berbelanja di pedagang ritel, bukanlah jaminan untuk mendapatkan pelanggan yang benar-benar setia (loyal) terhadap pedagang tersebut.

Beberapa studi mengemukakan bahwa para pelanggan dapat saja berpindah-pindah dalam berbelanja dari pedagang yang satu ke pedagang yang lain, walaupun sebenarnya mereka sudah terpuaskan ketika berbelanja di salah satu pedagang. Dengan perkataan lain mereka bukanlah pembelanja yang loyal, karena dengan mudahnya mereka berpindah-pindah dalam berbelanja. Pada kondisi ini, para pembelanja yang telah menjadi pelanggan salah satu pedagang merasa tidak tertarik lagi untuk berbelanja ke pedagang yang biasa dikunjunginya dengan beberapa alasan, seperti pedagang yang bersangkutan selalu menyajikan barang dagangan yang itu-itu saja atau monoton, dan tidak ada perubahan dari waktu ke waktu, membosankan. Pelayanan yang membosankan tanpa adanya variasi layanan baru berpotensi dapat menghilangkan ketertarikan para pelanggan untuk berkunjung dan berbelanja ke pedagang tersebut. (Halim dan Ismaeni) Hanya para pelanggan yang benar-benar tradisional dalam berbelanja, biasanya orang-orang tua yang sejak muda berdomisili di sekitar pasar, biasanya tidak merasa bosan dengan perilaku pedagang di pasar itu yang monoton dalam berjualan.

Berdasarkan penelitian Lembaga Penelitian SMERU (Suyadama et.al, 2007) terhadap pasar-pasar tradisional di kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi serta Bandung diperoleh informasi bahwa pesaing terberat dari para pedagang pasar tradisional adalah sesama pedagang di dalam pasar, kemudian diikuti dengan berturut-turut supermarket dan para Pedagang Kaki Lima (PKL). Dapat diduga bahwa kebanyakan para pedagang tradisional di satu pasar saling bersaing satu sama lain, masing-masing cenderung monoton dalam penataan dagangan, sehingga menjadi tidak menarik lagi dihadapan para pedagang yang sekarang cenderung berperilaku dinamis dalam berbelanja. Sedangkan para PKL, sekalipun dalam menata dagangannya lebih tidak menarik lagi, namun mereka lebih diuntungkan yaitu tempat mereka berdagang di luar sekitar pasar lebih mudah dijangkau para pembeli, sehingga para pembeli tidak perlu masuk ke dalam pasar, bahkan dapat langsung berbelanja langsung dari atas kendaraannya. Keadaan ini semakin diperkuat  oleh keadaan pasar tradisional yang tidak nyaman untuk mereka kunjungi.

Namun dugaan paling kuat, berdasarkan penelitian Lembaga Penelitian SMERU para pelanggan pasar tradisional lebih banyak beralih ke pasar moderen yaitu supermarket. Peralihan lokasi belanja ini tidak dapat dipungkiri, kini di kalangan masyarakat perkotaan telah terjadi perubahan perilaku belanja, yang seringkali sekaligus juga berekreasi bersama keluarga. Sudah barang tentu tingkat kenyamanan dan kebersihan lokasi serta tersedianya fasilitas lain, seperti tempat parkir yang luas, tempat bermain anak-anak, salon kecantikan dan gunting rambut serta restoran turut berperan dalam mendorong terjadinya perubahan perilaku berbelanja ini.

Tampaknya meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat perkotaan, menimbulkan tututan kualitas kehidupan termasuk kualitas dalam melakukan aktivitas dalam berbelanja. Di lain pihak, kondisi kebanyakan pasar tradisional dari waktu kewaktu cenderung tetap tidak berubah, sehingga sudah tidak bisa lagi  mengikuti perubahan perlaku berbelanja sebagian masyarakat perkotaan yang pada akhirnya yang terjadi adalah sebagian dari para pelanggan pedagang pasar tradisional beralih berbelanja ke tempat lain termasuk supermarket.

Harga Murah
Kebanyakan konsumen yang masih setia berbelanja di pasar-pasar tradisional karena harga barang-barang yang dijual masih lebih murah dibanding dengan harga-harga di tempat lain. Para pembelanja kaum perempuan biasanya menghabiskan hampir sebagian besar waktu berbelanjanya hanya untuk tawar menawar. Agaknya kebiasaan tawar menawar sudah merupakan bagian dari kenikmatan hidup mereka, baik bagi para penjual maupun pembelanja dalam melakukan aktivitas jual beli di pasar-pasar tradisional. Kesempatan tawar menawar yang pada akhirnya menghasilkan harga murah tidak dijumpai jika berbelanja di pasar-pasar moderen yang semua harganya merupakan harga pas (fixed price) tidak boleh ditawar.

Masih dimungkinkannya tawar menawar tersebut, dalam prosesnya dapat menimbulkan rasa curiga di antara para pedagang tradisional, seperti yang pernah alami di pasar tradisional di satu kabupaten di Jawa Tengah, di mana pasar tersebut baru saja selesai di renovasi. Salah satu tuntutan dari para pedagang di pasar tersebut pada saat sedang direnovasi ialah agar lapak-lapak antar pedagang diberikan batas dinding dengan tinggi secukupnya. Adapun sebagai alasannya ialah apabila sedang tawar menawar dengan pembelinya tidak terdengar oleh pedagang tetangga di sebelahnya. Sehingga di sini informasi harga tidak bersifat terbuka atau tidak transparan di antara para pedagang.

Ada kebiasaan yang sebaliknya di suatu pasar tradisional di kota Solo yang justru menyebarluaskan informasi harga yaitu indikasi harga barang-barang utama kebutuhan pokok yang dijual oleh para pedagang pasar tersebut dengan menyajikannya di papan informasi harga harian. Informasi tentang indikasi harga ini sangat membantu para pembelanja, terutama bagi para pembelanja yang masih asing yang sangat jarang atau baru pertama kali berbelanja di pasar tersebut. Bagi para pedagang sendiri, hal ini tidak menimbulkan persaingan tidak sehat yang disertai dengan rasa curiga di antara mereka. 

Membangun Rasa Emosional
Masih bertahannya para pembeli tidak beralih berbelanja dari pasar-pasar tradisional ke pasar-pasar moderen karena masih adanya rasa emosional di antara para pedagang dengan para pelanggannya. Di sini para pedagang pasar yang mampu menarik pelanggannya antara lain dengan membangun rasa emosional, maka tidak akan takut kehilangan para pelanggannya berpindah berbelanja ke pedagang lainnya termasuk berpindah berbelanja ke pasar moderen.  Dalam membangun rasa emosional, biasanya para pedagang tersebut berusaha memelihara hubungan kekeluargaan dengan para pelanggan, di samping memberikan layanan istimewa kepada para pelanggannya itu seperti harga yang bersaing serta ketersediaan barang yang dijamin kepastiannya dan sudah barang tentu kualitas barangnya cukup layak menurut para pelanggan. 

Hubungan emosional yang terbangun di antara para pedagang dengan para pelanggannya inilah yang menjadi salah satu daya tarik pasar tradisional yang masih terjaga di tengah-tengah persaingan dengan pasar-pasar atau ritel moderen.  Para pelanggan yang biasa berbelanja di pasar-pasar atau ritel moderen, biasanya mereka tidak mebutuhkan suasana yang membangkitkan rasa emosional, tetapi hanya lebih menekankan segi kepraktisan dan suasana kenyamanan berbelanja semata. Namun  demikian, dari sekian para pembelanja yang tinggal di wilayah perkotaan masih ada dari antara mereka yang mempertahankan rasa emosional dengan para pedagang pasar tradisional, dan inilah yang harus terus dipelihara agar pasar-pasar tradisional ditinggalkan oleh para pelanggannya tadi.

Apabila para pedagang di pasar-pasar tradisional mampu membangun perasaan emosional dengan para pelanggannya, di samping memiliki kualitas barang yang dijual cukup layak dengan tempat berjualan yang nyaman dan bersih tidak semrawut, maka pasar-pasar tradisional diyakini dapat bersaing dengan pasar-pasar moderen.  

RUJUKAN PUSTAKA
Halim, Rizal Edy dan Ismaeni, Fahrul, Analisis Pembentukan Ketertarikan Terhadap Rirel: Agenda  
                             Riset Bagi Revitalisasi Pasar Tradisional di Indonesia, Fakultas Ekonomi,
                             Universitas Indonesia.

Suryadarma, Daniel et.al. (2007), Dampak Supermarket terhadap Pasar dan Pedagang Ritel 
                             Tradisional di Daerah Perkotaan di indonesia, Lembaga Penelitian SMERU.

3 komentar:

  1. Balasan
    1. Yth.Bp. Isharyanto, Terima kasih atas perhatiannya. Saya juga mengikuti blog Bpk yang kaya akan infomasi teori. Sukses selalu pak Isharyanto

      Hapus
  2. Terima kasih atas perhatiannya Pak Imam

    BalasHapus