Sabtu, 22 September 2012

PERILAKU KONSUMEN BERBELANJA DAN PERAN PASARKU

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Kantar World Panel Indonesia terhadap 7.000 rumah tangga di 33 kota besar di Indonesia diperoleh gambaran perilaku belanja konsumen yaitu bahwa setiap minggunya rata-rata lima kali mereka mengunjungi tempat-tempat belanja seperti  minimarket, warung atau toko. Sehingga dalam setahunnya terdapat 2,2 juta kunjungan untuk berbelanja oleh 7.000 rumah tangga tersebut yang pengamatannya dilakukan sejak Januari 2011.(Rahmayulis Saleh-Bisnis Indonesia-bisnis.com, Sabtu 22 September 2012) 

Adapun jenis barang yang mereka beli terutama adalah produk fast moving consumer goods (FMCG) seperti shampo, sabun, mie instan, cairan pembersih lantai dan sebagainya. Sebanyak 25% di antaranya adalah porsi untuk mie instan. Dari survei tersebut diperoleh gambaran, sekalipun lima kali dalam setiap minggunya konsumen rumah tangga tersebut pergi berbelanja, namun jenis barang yang dibelinya hanya terbatas beberapa jenis saja. Hasil survei juga menunjukkan bahwa rumah tangga yang berperilaku demikian sebagian besar adalah golongan berpendapatan menengah, yang menurut data Badan Pusat Statistik sebanyak 70% di antaranya berdomisili di kota-kota besar.

Survei di atas khusus menunjukkan perilaku belanja konsumen terutama yang berpendapatan menengah ke warung dan toko (umumnya dikelola secara tradisional) serta minimarket. Berikut dikemukakan perilaku konsumen yang cakupan tempat belanjanya lebih luas demikian juga jenis barang dagangannya lebih beragam yang  penggolongan pembelanja (konsumen)-nya berdasarkan besarnya pengeluaran untuk berbelanja per bulan.


Survei AC Nielsen seperti yang digambarkan pada grafik di atas, menginformasikan bahwa toko/warung (tradisional) serta pasar basah masih merupakan tempat paling disukai  sebagai tempat berbelanja, baik untuk masyarakat berpengeluaran golongan atas (> Rp. 2 juta/bulan), golongan menengah (Rp. 700 ribu/bulan) maupun golongan bawah (< Rp. 700 ribu/bulan) yang berdomisili di Jakarta, Bandung dan Cirebon.  Untuk masyarakat berpengeluaran golongan atas peran dari toko/tradisional sebagai tempat berbelanja tidak sebesar masyarakat berpengeluaran golongan menengah dan bawah. Untuk masyarakat berpengeluaran golongan atas peran dari hypermarket lebih menonjol dibanding untuk masyarakat berpengeluaran golongan menengah dan bawah. Di lain pihak, peran supermarket  lebih menonjol untuk mereka yang berpengeluaran golongan menengah dan bawah dibanding peran hypermarket.


Hasil survei AC Nielsen tersebut menunjukkan bahwa peran dari pasar basah cukup menonjol bagi masyarakat berpengeluaran golongan atas dibanding untuk kalangan golongan menengah dan bawah yang tampaknya karena peran minimarket, supermarket dan hypermarket belum mampu mengsubtitusi peran pasar basah. Sedangkan bagi masyarakat berpengeluaran golongan menengah dan bawah, peran pasar basah masih dapat disubtitusi oleh peran toko atau warung (tradisional) karena jenis barang yang dibutuhkannya pada umumnya sudah dapat dipenuhi oleh toko/warung.


Berdasarkan penelitian Lembaga Penelitian SMERU pada tahun 2007, di pasar-pasar tradisional di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (JABODETABEK) serta Bandung diperoleh informasi tentang barang-barang (komoditi) yang dijual dan proporsi pedagang yang berjualan barang-barang tersebut, adalah Sayuran Segar (22,4%), Bahan Makanan dan Minuman (17,2%), Buah-buahan Segar (8,9%), Kebutuhan Rumah Tangga lainnya (7,9%), Ikan (7,4%), Ayam (6,9%), Daging (6,4%), Bumbu-bumbuan (5,9%), Telur/Susu (4,4%), Minyak  Goreng (2,7%), Kacang-kacangan (2,2%), dan Umbi-umbian (1,0%).  Hal ini menunjukkan bahwa begitu beragamnya jenis barang dagangan yang dijual di pasar tradisional (pasar basah), dan ini sebenarnya sulit untuk digantikan oleh toko/warung dan ritel moderen. Bahkan berdasarkan penelitian SMERU toko/warung adalah pelanggan utama dari para pedagang di pasar tradisional. Namun kini seiring dengan semakin beragamnya supermarket dan hypermarket, maka jenis barang dagangan pasar tradisional bisa menjadi kurang menarik dibanding faktor penarik lain khususnya bagi golongan pengeluaran atas. Pada tabel di bawah disajikan jenis produk yang dibeli dan preferensi konsumen dalam berbelanja di pasar basah, toko/warung, minimarket, supermarket dan hypermarket.

Dalam tabel di atas tampak bahwa pasar basah  lebih disenangi oleh konsumen untuk karakteristiknya yang tradisional dalam bertransaksi yaitu dapat melakukan tawar menawar dan barang-barang yang dijual segar, serta lokasinya berdekatan dengan di mana masyarakat berdomisili. Toko/warung dan minimarket disenangi karena lokasi yang berdekatan dengan rumah para konsumen. Dewasa ini, keberadaan minimarket di daerah perumahan banyak dikeluhkan karena banyak menyaingi toko/warung, sedangkan untuk pasar tradisional, keberadaan minimarket masih belum terlalu dirasakan menyainginya.

Keberadaan supermarket dan hypermarket banyak disukai terutama karena higienis dan pilihan barangnya cukup banyak sekalipun lokasinya jauh dari rumah para konsumen. Menurut tabel sebelumnya masyarakat berpengeluaran golongan atas dalam berbelanja mingguan lebih banyak memilih  hypermarket sebagai tempat berbelanja dibanding golongan menengah dan bawah, terlebih lagi hypermarket lebih banyak berpromosi dibanding supermarket.

Dari uraian di muka, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya pasar tradisional (pasar basah) masih dapat diandalkan sebagai tempat berbelanja masyarakat sehari-hari bagi mereka yang berdomisili di wilayah perkotaan. Di lain pihak, peran toko/warung yang dikelola secara tradisional ada kecenderungan disisihkan oleh peran minimarket. Apabila supermarket dan hypermarket kelak memiliki jenis barang dagangan yang semakin beragam, terutama untuk komoditi basah, maka kedua jenis pasar moderen ini akan menjadi pesaing yang potensial bagi pasar-pasar tradisional dalam arti akan dikunjungi setiap hari. Hal ini sudah mulai tampak terjadi terutama, di kota-kota besar di mana banyak dijumpai masyarakat yang berpengeluaran golongan atas dan menengah berbelanja ke supermarket atau hypermarket hampir setiap hari ketika mereka pulang dari tempat kerja. Oleh karenanya, agar pasar tradisional tetap mampu bersaing, maka segi ketradisionalan dalam cara pengelolaan pasar tradisional perlu diubah menjadi lebih profesional, demikian juga cara berdagang di pasar tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar